بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Alkisah di negeri Mesir, Fir’aun terakhir yang terkenal dengan keganasannya bertahta.
Setelah
kematian sang isteri, Fir’aun kejam itu hidup sendiri tanpa
pendamping. Sampai cerita tentang seorang gadis jelita dari keturunan
keluarga Imran bernama Siti Asiah sampai ke telinganya.
Fir’aun
lalu mengutus seorang Menteri bernama Haman untuk meminang Siti Asiah.
Orangtua Asiah bertanya kepada Siti Asiah : “Sudikah anakda menikahi
Fir’aun ?”
“Bagaimana saya sudi menikahi Fir’aun. Sedangkan dia terkenal sebagai raja yang ingkar kepada Allah?”
Haman kembali pada Fir’aun. Alangkah marahnya Fir’aun mendengar kabar penolakan Siti Asiah.
“Haman,
berani betul Imran menolak permintaan raja. Seret mereka kemari. Biar
aku sendiri yang menghukumnya!” Fir’aun mengutus tentaranya untuk
menangkap orangtua Siti Asiah.
Setelah disiksa
begitu keji, keduanya lantas dijebloskan ke dalam penjara. Menyusul
kemudian, Siti Asiah digiring ke Istana. Fir’aun kemudian membawa Siti
Asiah ke penjara tempat kedua orangtuanya dikurung. Kemudian, dihadapan
orangtuanya yang nyaris tak berdaya, Fir’aun berkata: “Hei, Asiah.
Jika engkau seorang anak yang baik, tentulah engkau sayang terhadap
kedua orangtuamu. Oleh karena itu, engkau boleh memilih satu diantara
dua pilihan yang kuajukan. Kalau kau menerima lamaranku, berarti engkau
akan hidup senang, dan pasti kubebaskan kedua orangtuamu dari penjara
laknat ini. Sebaliknya, jika engkau menolak lamaranku, maka aku akan
memerintahkan para algojo agar membakar hidup-hidup kedua orangtuamu
itu, tepat dihadapanmu.”
Karena ancaman itu, Siti Asiah terpaksa menerima pinangan Fir’aun. Dengan mengajukan beberapa syarat :
* Fir’aun harus membebaskan orangtuanya.
* Fir’aun harus membuatkan rumah untuk ayah dan ibunya, yang indah lagi lengkap perabotannya.
* Fir’aun harus menjamin kesehatan, makan, minum kedua orangtuanya.
* Siti Aisyah bersedia menjadi isteri Fir’aun. Hadir dalam acara-acara tertentu, tapi tak bersedia tidur bersama Fir’aun.
Sekiranya permintaan-permintaan tersebut tidak disetujui, Siti Asiah rela mati dibunuh bersama ibu dan bapaknya.
Akhirnya
Fir’aun menyetujui syarat-syarat yang diajukan Siti Asiah. Fir’aun
lalu memerintahkan agar rantai belenggu yang ada di kaki dan tangan
orangtua Siti Asiah dibuka. Singkat cerita, Siti Asiah tinggal dalam
kemewahan Istana bersama-sama Fir’aun. Namun ia tetap tak mau berbuat
ingkar terhadap perintah agama, dengan tetap melaksanakan ibadah kepada
Allah SWT.
Pada malam hari Siti Asiah selalu
mengerjakan shalat dan memohon pertolongan Allah SWT. Ia senantiasa
berdoa agar kehormatannya tidak disentuh oleh orang kafir, meskipun
suaminya sendiri, Fir’aun. Untuk menjaga kehormatan Siti Asiah, Allah
SWT telah menciptakan iblis yang menyaru sebagai Siti Asiah. Dialah
iblis yang setiap malam tidur dan bergaul dengan Fir’aun.
Fir’aun
mempunyai seorang pegawai yang amat dipercaya bernama Hazaqil. Hazaqil
amat taat dan beriman kepada Allah SWT. Beliau adalah suami Siti
Masyitoh, yang bekerja sebagai juru hias istana, yang juga amat taat
dan beriman kepada Allah SWT. Namun demikian, dengan suatu upaya yang
hati-hati, mereka berhasil merahasiakan ketaatan mereka terhadap Allah.
Dari pengamatan Fir’aun yang kafir.
Suatu kali,
terjadi perdebatan hebat antara Fir’aun dengan Hazaqil, disaat Fir’aun
menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang ahli sihir, yang menyatakan
keimanannya atas ajaran Nabi Musa a.s. Hazaqil menentang keras hukuman
tersebut.
Mendengar penentangan Hazaqil, Fir’aun
menjadi marah. Fir’aun jadi bisa mengetahui siapa sebenarnya Hazaqil.
Fir’aun lalu menjatuhkan hukuman mati kepada Hazaqil. Hazaqil
menerimanya dengan tabah, tanpa merasa gentar sebab yakin dirinya
benar.
Hazaqil menghembuskan nafas terakhir dalam
keadaan tangan terikat pada pohon kurma, dengan tubuh penuh ditembusi
anak panah. Sang istri, Masyitoh, teramat sedih atas kematian suami
yang amat disayanginya itu. Ia senantiasa dirundung kesedihan setelah
itu, dan tiada lagi tempat mengadu kecuali kepada anak-anaknya yang
masih kecil.
Suatu hari, Masyitoh mengadukan
nasibnya kepada Siti Asiah. Diakhir pembicaraan mereka, Siti Asiah
menceritakan keadaan dirinya yang sebenarnya, bahwa iapun
menyembunyikan ketaatannya dari Fir’aun. Barulah keduanya menyadari,
bahwa mereka sama-sama beriman kepada Allah SWT dan Nabi Musa a.s.
Pada
suatu hari, ketika Masyitoh sedang menyisir rambut puteri Fir’aun,
tanpa sengaja sisirnya terjatuh ke lantai. Tak sengaja pula, saat
memungutnya Masyitoh berkata : “Dengan nama Allah binasalah Fir’aun.”
Mendengarkan
ucapan Masyitoh, Puteri Fir’aun merasa tersinggung lalu mengancam akan
melaporkan kepada ayahandanya. Tak sedikitpun Masyitoh merasa gentar
mendengar hardikan puteri. Sehingga akhirnya, ia dipanggil juga oleh
Fir’aun.
Saat Masyitoh menghadap Fir’aun,
pertanyaan pertama yang diajukan kepadanya adalah : “Apa betul kau
telah mengucapkan kata-kata penghinaan terhadapku, sebagaimana
penuturan anakku. Dan siapakah Tuhan yang engkau sembah selama ini ?”
“Betul,
Baginda Raja yang lalim. Dan Tiada Tuhan selain Allah yang
sesungguhnya menguasai segala alam dan isinya.”jawab Masyitoh dengan
berani.
Mendengar jawaban Masyitoh, Fir’aun
menjadi teramat marah, sehingga memerintahkan pengawalnya untuk
memanaskan minyak sekuali besar. Dan saat minyak itu mendidih, pengawal
kerajaan memanggil orang ramai untuk menyaksikan hukuman yang telah
dijatuhkan pada Masyitah. Sekali lagi Masyitoh dipanggil dan
dipersilahkan untuk memilih : “jika ingin selamat bersama kedua
anaknya, Masyitoh harus mengingkari Allah. Masyitoh harus mengaku bahwa
Fir’aun adalah Tuhan yang patut disembah. Jika Masyitoh tetap tak mau
mengakui Fir’aun sebagai Tuhannya, Masyitoh akan dimasukkan ke dalam
kuali, lengkap bersama kedua anak-anaknya.”
Masyitoh
tetap pada pendiriannya untuk beriman kepada Allah SWT. Masyitoh
kemudian membawa kedua anaknya menuju ke atas kuali tersebut. Ia sempat
ragu ketika memandang anaknya yang berada dalam pelukan, tengah asyik
menyusu. Karena takdir Tuhan, anak yang masih kecil itu dapat berkata,
“Jangan takut dan sangsi, wahai Ibuku. Karena kematian kita akan
mendapat ganjaran dari Allah SWT. Dan pintu surga akan terbuka menanti
kedatangan kita.”
Masyitoh dan anak-anaknyapun
terjun ke dalam kuali berisikan minyak mendidih itu. Tanpa tangis,
tanpa takut dan tak keluar jeritan dari mulutnya. Saat itupun terjadi
keanehan. Tiba-tiba, tercium wangi semerbak harum dari kuali berisi
minyak mendidih itu.
Siti Asiah yang menyaksikan
kejadian itu, melaknat Fir’aun dengan kata-kata yang pedas. Ia pun
menyatakan tak sudi lagi diperisteri oleh Fir’aun, dan lebih memilih
keadaan mati seperti Masyitoh.
Mendengar ucapan
Isterinya, Fir’aun menjadi marah dan menganggap bahwa Siti Asiah telah
gila. Fir’aun kemudian telah menyiksa Siti Asiah, tak memberikan makan
dan minum, sehingga Siti Asiah meninggal dunia.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Siti Asiah sempat berdoa kepada Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya :
“Dan
Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang
beriman, ketika ia berkata : Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah
di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan
perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.(Q.S. At-Tahrim
[66] : 11)
Demikian kisah Siti Asiah dan
Masyitoh. Semoga muslimah sekalian bisa mengambil hikmah dan mengikuti
jejak keduanya, meninggal dalam keadaan teguh menggenggam Tauhid.
Subhanallah , semoga aku, kamu dan kita semu termasuk di antara org2 yg beriman , Aamiin..
BalasHapusAmin Ya Allah...
HapusTerimakasih Telah Mampir Ke Sini,
Subhanallah...
BalasHapusYa Allah jdkanlah hambamu ini teguh imannya layaknya Asiah & Marsitoh... Amin
Amin...
Hapus